Senin, 14 Maret 2011

BERPIKIRAN MAJU


PDF Cetak E-mail
 Selasa,15 Maret 2011 
Sejak beberapa bulan terakhir, bangsa ini disibukkan oleh hal-hal yang yang bersifat korektif ke belakang. Hal itu memang perlu, tetapi semestinya tidak boleh melupakan hal yang lebih penting dan mendasar, ialah berpikir maju ke depan. Banyak orang mengatakan bahwa beban bangsa ini ke depan semakin berat. Jumlah penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan yang semakin besar, tantangan semakin komplek, persaingan semakin berat, dan seterusnya membutuhkan konsep jawaban yang jelas dan realistic.

Bangsa ini tidak boleh jalan di tempat oleh karena menyelesaikan persoalan kecil yang dianggap besar. Sejak awal reformasi, banyak persoalan-persoalan datang tanpa bisa diprediksi datangnya, baik terkait dengan persoalan ekonomi, politik, sosial dan lain sebagainya. Hal yang sangat terasakan sejak lima tahun terakhir ini, secara beruntun dan terus menerus berbagai musibah datang. Semua itu menuntut penyelesaian cepat, cerdas, dan tuntas.

Persoalan yang bersifat mendesak, apalagi serba darurat, tidak akan mungkin dapat diselesaikan dengan pendekatan normative, legal, dan formal. Semua itu menuntut penyelesaian dengan pendekatan yang bersiat darurat pula. Di masa darurat, tatkala terjadi bencana, musibah, perang, krisis, maka para pemimpin dituntut cakap menyelesaikan dengan menggunakan pertimbangan akal budinya. Jika penyelesaian itu masih harus menunggu peraturan, kesepakatan, dan bahkan tersedianya anggaran misalnya, justru tidak tepat.

Pemimpin di saat krisis harus segera mengambil keputusan, apapun resikonya. Oleh karena itu, pemimpin harus dipilih dari orang-orang yang memiliki ilmu, pengalaman, track record yang baik dan cukup, serta kearifan yang tinggi. Pemilihan pemimpin dengan persyaratan seperti itu, diharapkan mereka mampu mengambil keputusan-keputusan cerdas dan berkualitas, yang berada di luar jangkauan hukum, apalagi pemikiran orang awam.

Akhir-akhir ini banyak terjadi berbedaan pandangan dan bahkan konflik yang disebabkan oleh perbedaan dalam melihat sebuah persoalan yang datangnya mendadak itu. Sementara pihak melihat suatu masalah dari kaca mata hukum yang bersifat normative, legal dan formal, sementara lainnya mengambil keputusan berdasar pertimbangan kenyataan-kenyataan lapangan, hasil pemikiran, dan kearifannya, lataran didorong oleh niat baik untuk memenuhi amanah dan tanggung jawabnya.

Persoalan seperti ini semestinya semua pihak memahami secara lapang, lengkap, atau menyeluruh. Jika persoalan yang muncul hanya dilihat dari cara pandang tertentu, jelas tidak mustahil akan terjadi kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Memang benar, hukum harus ditegakkan. Akan tetapi, mestinya hukum di kala darurat harus dibedakan dari hukum ketika keadaan normal. Bukankah sesungguhnya, hukum dirumuskan untuk membela dan menyelamatkan harkat dan martabat kemansiaan itu sendiri, agar rasa keadilan dapat diwujudan.

Sudah waktunya bangsa ini, dengan dipelopori oleh para pemimpinnya ------di selaga tingkatannya, berpikir jauh ke depan, menggapai persoalan-persoalan yang lebih besar dari sebatas berorientasi pada hal-hal yang bersifat korektif ke belakang. Umpama sebagai pengemudi, boleh saja pada saat-saat tertentu melihat arah belakang melalui kaca spion. Tetapi tidak boleh melebihi forsinya. Jika pengemudi terlalu banyak melihat ke belakang, selain kendaraan tidak berhasil melaju dengan kecepatan tinggi, maka juga akan berkonsekuesi tertubruk yang mengakibatkan kecelakaan bagi seluruh penumpangnya.

Bangsa ini dituntut untuk mencari berbagai terobosan dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas pendidikannya, pelayanan kesehatan, penyediaan fasilitas umum saperti sarana transportasi, listrik, air, gas, dan sebagainya. Selain itu bangsa ini juga perlu segera menyediakan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan, penyediaan sumber-sumber energy yang semakin langka, dan lain-lain. Berbagai persoalan bangsa ke depan itu, tidak boleh hanya dikalahkan oleh penyelesaian konflik antar elite dan bahkan sebatas terkait Bank Century belaka. Memang benar, bahwa hal disebutkan terakhir perlu diselesaikan. Tetapi tidak boleh energy itu habis hanya sebatas menyelesaikan persoalan itu.

Akhir-akhir ini, banyak kasus yang sesungguhnya cukup mengerikan. Di mana-mana terjadi tawuran antar kampung, berdemo yang selalu diikuti oleh kericuan, permusuhan, kepercayaan masyarakat di beberapa wilayah terhadap pemerintah menurun dan seterusnya. Apa saja diselesaikan dengan pendekatan transaksional, persis sebagaimana yang terjadi antara penjual dan pembeli. Bahkan jabatan-jabatan tertentu, di berbagai level, diperoleh dengan cara-cara seperti itu. Akibatnya, kewibawaan pejabat atau pemimpin sulit ditumbuhkan di hadapan masyarakat yang dipimpinnya.

Manakala hal itu tidak segera dihentikan, maka bangsa ini akan kehilangan sesuatu yang amat berharga, ialah moral bangsa. Bangsa ini boleh kehilangan uang, dan kekayaan lainnya, akan tetapi jangan sampai sedikitpun kehilangan kekayaan moral, kharakter, dan akhlaknya. Jika aspek-aspek penting dan mulia ini hilang, maka bangsa ini akan kehilangan segala-galanya. Menghindari hal itu, maka strategi yang terbaik adalah memberikan harapan, cita-cita, keyakinan, harga diri, kepercayaan bahwa bangsa ini akan segera maju meraih apa yang dicita-citakan.

Selain itu, dalam suasana seperti ini perlu ditumbuhkan secara terus menerus rasa kebanggaan terhadap harkat dan martabat bangsa. Para pemimpinnya dituntut untuk bersedia memberikan apa saja yang ada padanya untuk dikorbankan demi kepentingan rakyat. Jiwa dan semangat berkorban benar-benar harus segera ditumbuh-kembangkan. Agar dihindari,------untuk sementara waktu, semangat mendapatkan lebih, semisal menaikkan gaji para pemimpin dan pejabat. Rakyat menghendaki agar para pemimpinnya bersatu. Selain itu, para pemimpin dituntut agar tidak saja memberikan petunjuk, pandangan, dan kebijakannya, melainkan juga kearifan dan empatinya. Rakyat pada saat ini sedang menunggu para pemimpinnya agar berpikir maju, dan sebaliknya tidak sibuk mengurus persoalan yang sudah lewat jauh di belakang. Wallahu a’lam.
 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger